Bagaimana Warung Tetap Eksis di Era Modern

 Bagaimana Warung Tetap Eksis di Era Modern





Di tengah hiruk-pikuk kota, banyak warung kelontong masih tetap berdiri kokoh di sudut jalan. Di sebuah gang di daerah Wiyung, Surabaya, Bu Yanti sebagai pemilik warung sudah berjualan selama lebih dari 15 tahun, tengah duduk di depan warungnya bersama dengan beberapa tetangganya. Ketika saya bertanya bagaimana warungnya bisa tetap bertahan di tengah menjamurnya minimarket dan supermarket modern, ia tersenyum sambil merapikan dagangannya.


Ya sederhananya warung ini sudah seperti keluarga, mbak. Selalu menemani saya saat susah maupun senang, saya dapat penghasilan dari sini, terus warung ini juga mempersatukan silaturahmi semua tetangga di sini. Gak cuma beli barang atau jajanan, tapi pasti juga ngobrol-ngobrol.” jawab Bu Yanti dengan nada bersahabat.


Bagi banyak warga, warung seperti milik Bu Yanti bukan hanya sekedar tempat berbelanja, namun juga tempat untuk berinteraksi sosial. Pak Danto, salah satu pelanggan setia, menambahkan sambil memegang sebungkus rokok yang baru saja dibelinya di warung itu. “Kalau ke minimarket kan kita cepat-cepat, beli terus pulang. Tapi kalo di warung bisa ngobrol, tanya kabar, cerita-cerita dulu, bikin suasana jadi lebih akrab. Nah gitu enaknya, mbak.” 


Bu Yanti juga bercerita bahwa ia seringkali memberikan kesempatan berhutang kepada orang-orang yang sedang dalam kesulitan. “Kadang ada yang uangnya kurang atau lagi nunggu gajian. Ya ndak papa saya bantu mereka, kalau mau bayarnya nyusul gitu tinggal saya catat di buku, itu juga bakal bikin pelanggan balik lagi ke warung.” kata Bu Yanti sambil tertawa kecil.


Karena perkembangan zaman pula, Bu Yanti sadar bahwa ia harus tetap beradaptasi demi keberlangsungan dan persaingan di era modern ini. “Oh ya, sekarang banyak yang pakai scan barcode atau Q-ris itu loh, mbak. Jadi saya mulai cari info dan akhirnya dibantu sama anak saya untuk buat ini. Memang zaman cepet banget ya mbak berubah. Moro-moro (tiba-tiba) ada aja teknologi kayak gini.” Kata Bu Yanti sambil menunjukkan kode QR di etalase warungnya. “Tapi ya tetap ada plus minusnya ya mbak. Kalau saya sendiri justru sejauh ini ngerasain yang positifnya, jadi lebih praktis.” tambah Bu Yanti lagi.


Meski warung-warung ini tampak sederhana, mereka tetap selalu berusaha untuk berinovasi dan berkembang supaya tetap relevan di zaman modern. Bagi masyarakat sekitar, warung bukan hanya tempat untuk berbelanja tetapi juga simbol kearifan lokal yang penuh dengan kehangatan. Warung kecil dengan ide besar, itulah rahasianya.


Oleh : Salsabila Dinda Putri Nur Buditama

NIM : 24041184136



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Honda DBL East Java North Bukan Hanya Sekedar Pertandingan Basket Biasa

Surabaya Menghadapi Tantangan Iklim yang Ekstrem

Fenomena Kemacetan di Jalan Ketintang Surabaya : Macet Banget Bikin Badmood